BAB 2
KAIDAH KAIDAH PENAFSIRAN
1. Definisi Kaidah Tafsir Secara bahasa, kaidah merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu َ ِئ قا َ bentuk دة jamaknya َ ق َ ِئد وا yang berarti dasar atau asal sesuatu. Dalam QS. Al-Baqarah [2]:127 disebutkan َ الق َ ِئد وا dengan makna dasar/pondasi; ُ ع َ ف ْ ر َ ي ْ ذ ِ إ َ و ُ ِيم ل َ ع ْ ال ُ ِميع السَّ َ ت ْ ن َ أ كَ َّ ن ِ ا إ َّ ِمن لْ َّ ب َ ق َ ا ت َ ن َّ ب َ ر ِعيلُ ا َ م ِسْ إ َ ِتو ْ ي َ ب ْ ال َ ِمن َ ِعد ا َ و َ ق ْ ال ُ ِهيم ا َ ر ْ ب ِ إ Artinya: “dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Adapun definisi kaidah tafsir secara terminologi adalah seperangkat aturan yang dapat digunakan dalam istinbaṭ (menggali) makna-makna Al-Qur’an serta bagaimana cara menggunakan kaidah tersebut.
2. Kaidah-kaidah Tafsir Al-Qur’an Di antara kaidah-kaidah Tafsir Al-Qur’an yang sangat penting untuk kita pahami adalah sebagai berikut
a. Penggunaan Kata Ganti (Ḍamīr) Ḍamīr merupakan pembahasan yang sangat penting dalam kaidah penafsiran Al-Qur’an. Kajian tentang ḍamīr dalam Al-Qur’an telah lama menjadi perhatian para ulama. Ibnul Anbari (w. 328 H) telah melakukan pembahasan yang mendalam tentang ḍamīr-ḍamīr dalam Al-Qur’an. Dari hasil kajiannya tersebut, beliau berhasil menyusunnya dua jilid buku tentang ḍamīr- ḍamīr dalam Al-Qur’an dan diberi nama “al-Ha’at Fi Kitabillah”
b.Memuliakan madlūl ḍamīr Madlūl atau marji’ ḍamīr adalah sesuatu yang menjadi tempat kembali ḍamīr. Menurut imam al-Zarkasyi, Madlūl ḍamīr yang telah diketahui oleh banyak orang tidak perlu disebutkan namanya, melainkan cukup dengan menyebutkan sifatnya, seperti ḍamīr sya’n pada QS. Al-Qadr [97]: 1;
c. Mencela madlūl ḍamīr Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah [1]: 168; ِت ا َ و ُ ط ُ وا خ ُ ِع ب َّ ت َ ت َ ل َ ا و ً ب ِ ي َ ط ً ل َ َل َ ِض ح ْ ر َ ْ ِي اْل ا ف َّ ِمم وا ُ ل ُ ُس ك ا َّ ا الن َ ه ُّ ي َ ا أ َ ِن ي ا َ ط ْ ي َّ الش ٌّ و ُ د َ ع ْ م ُ ك َ ل ُ ه َّ ن ِ إ ين ِ ب ُ م Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Madlūl ḍamīr pada lafal ُ ه َّ ن ِ إ kembali kepada setan yang berfungsi untuk mencela.
b. Kaidah Pertanyan dan Jawaban dalam Al-Qur’an
Dalam ilmu asbabun nuzul dijelaskan bahwa di antara tanda-tanda yang menunjukkan suatu sebab turunnya ayat Al-Qur’an adalah ṡighat (bentuk kalimat) pertanyan dan jawaban. Ada beberapa kaidah terkait pertanyaan dan jawaban dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Pada dasarnya jawaban selalu sesuai dengan pertanyaan
2. Jawaban adalah inti dari soal itu sendiri untuk menunjukkan kecocokan terhadap maksud pertanyaan sehingga penanya tidak mengulangi kembali pertanyaannya karena sudah paham
3. Jawaban lebih detail atau membingungkan penanya
c. Mużakkar dan Muannas
Kaidah mużakkar dan muannaṡ erat kaitannya dengan kaidah ḍamīr. Kedua kaidah tersebut sama-sama memiliki aturan yang membedakan kata mużakkar (lakilaki) dan mu`annaṡ (perempuan). Kemampuan membedakan kata yang mużakkar dan yang mu`annaṡ dapat memudahkan mufassir untuk mencari marji` ḍamīr. Untuk itu, mufassir harus memperhatikan tanda-tanda mużakkar dan mu`annaṡ-nya pada suatu kata.
d. Ta’rif dan Tankir dalam Al-Qur’an
Ta’rif dan tankir atau dikenal juga dengan ma’rifah dan nakirah. Kedua istilah ini terkait dengan kata benda (ism). Ta’rif menunjuk kepada suatu yang jelas dan terbatas sedang tankir menunjuk kepada suatu benda yang umum dan tidak terbatas. Dalam kajian ilmu tafsir, pembahasan ta’rif dan tankir berbeda dengan pembahasan dalam ilmu nahwu yang berfokus pada asal mula pembentukan kata tersebut. Pembahasan ta’rif dan tankir dalam ilmu tafsir difokuskan pada fungsi penggunaan kata ma’rifah dan nakirah dalam Al-Qur’an. Secara umum fungsi ma’rifah dan nakirah dalam Al-Qur’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar